24.7 C
Medan
Sabtu, Maret 1, 2025

Filolog UIN Jakarta: Wujudkan Deklarasi Istiqlal Lewat Budaya

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Jakarta (buseronline.com) – Filolog dan akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Oman Fathurahman, mengungkapkan cara mewujudkan Deklarasi Istiqlal melalui kebudayaan.

Pemaparan ini ia sampaikan dalam kegiatan Ngaji Budaya bertajuk “Deklarasi Istiqlal dalam Perspektif Budaya”, yang digelar oleh Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama di Auditorium HM Rasjidi, Jakarta, Rabu.

Deklarasi Istiqlal merupakan kesepakatan antara Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, dan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik, Paus Fransiskus, yang ditandatangani pada 5 September 2024.

Deklarasi ini menegaskan komitmen umat beragama dalam menjaga nilai kemanusiaan dan kelestarian lingkungan.

Oman menegaskan bahwa nilai-nilai dalam Deklarasi Istiqlal dapat diimplementasikan melalui tiga langkah utama berbasis budaya, yaitu:

1. Penguatan Literasi Keagamaan Berbasis Budaya
Literasi keagamaan yang berbasis budaya dapat memperkuat pemahaman agama yang inklusif dan selaras dengan kearifan lokal. Menurut Oman, ajaran agama dapat lebih mudah diterima masyarakat jika disampaikan melalui pendekatan budaya.

Dakwah berbasis seni dan tradisi lokal, seperti wayang, musik tradisional, atau cerita rakyat, dapat menjadi media yang efektif dalam menyebarkan pesan moral dan spiritual. Selain itu, pendidikan keagamaan di sekolah dan pesantren juga bisa dikaitkan dengan budaya setempat agar lebih relevan bagi masyarakat.

“Adik-adik mahasiswa dan santri sebagai generasi penerus harus memperkaya pemahaman agama melalui tradisi dan artefak budaya Nusantara,” ujar Oman, yang juga merupakan penerima Habibie Prize 2023.

2. Dialog Lintas Agama dan Budaya
Oman menekankan pentingnya membangun dialog antaragama dan budaya untuk menciptakan ruang saling memahami serta mengurangi potensi konflik berbasis perbedaan keyakinan.

“Dialog bisa difasilitasi melalui forum diskusi, seminar, atau lokakarya yang melibatkan tokoh agama, budayawan, serta komunitas masyarakat,” jelasnya.

3. Pelestarian Budaya yang Selaras dengan Ajaran Agama
Menurut Oman, budaya dan agama tidak boleh dipertentangkan, tetapi justru harus dipahami sebagai bagian dari ekspresi keberagamaan masyarakat. Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat sangat diperlukan agar tradisi lokal dapat tetap lestari tanpa bertentangan dengan nilai-nilai agama.

“Kita perlu mengkaji ulang tradisi lokal dalam perspektif agama, sehingga nilai-nilai positifnya tetap terjaga dan dapat diwariskan ke generasi mendatang,” ungkapnya.

Oman mengajak mahasiswa, santri, penyuluh, dan tokoh agama untuk mengamalkan nilai Ngariksa, yakni menjaga dan merawat jati diri bangsa yang rukun, menghormati kemanusiaan, serta bersahabat dengan alam.

Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya isu perubahan iklim dan pelestarian lingkungan, yang merupakan bagian dari pesan moral Deklarasi Istiqlal.

“Di Indonesia, terdapat sekitar 18 kelompok bahasa dalam manuskrip Nusantara yang kaya akan nilai-nilai kemanusiaan dan lingkungan. Peran tokoh agama, mahasiswa, penyuluh, dan santri sangat dibutuhkan dalam menjaga warisan budaya ini,” pungkasnya. (R)

Berita Lainnya

Berita Terbaru