25 C
Medan
Sabtu, November 23, 2024

Menkes RI Jelaskan Persoalan Obat di Indonesia Relatif Mahal

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Jakarta (buseronline.com) – Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin menjelaskan persoalan obat di Indonesia relatif mahal bukan karena pajak.

Menurutnya, hal itu terlihat dari perbedaan harga yang bisa mencapai tiga hingga empat kali lipat, dibandingkan negara tetangga.

Lantaran mahal, Menkes Budi menyebut tidak sedikit di antara mereka yang akhirnya memilih jasa titip obat, termasuk paling banyak adalah obat kanker.

Yayasan Kanker Anak Indonesia menurut Menkes Budi bahkan sempat mengeluhkan beberapa obat yang tidak tersedia di Tanah Air, hingga harganya jauh berbeda dengan Malaysia.

“Kalau beda pajak, kan bedanya persen dong, 20 persen, 30 persen, kalau di sana seribu di sini 4 ribu? Itu kali kan, bukan persen. Empat kali, tiga kali, itu nggak mungkin persoalan pajak, aku kan perbankan, ngerti, kalau pajak tuh bedanya 30-40%, kalau bedanya 400 persen, 500 persen, itu pasti bukan pajak,” jelas Menkes Budi saat hadir dalam kegiatan Public Hearing RUU Kesehatan di Jakarta

“Bukan pajak, sales and marketing expenses, aku bisa lebih dalem lagi ngejar, cuma kan pada nggak enak nanti orang farmasi nggak enak, dokter nggak enak,” lanjutnya.

Budi meyakini persoalan harga obat mahal di Indonesia adalah imbas biaya penjualan dan pemasaran. Hal itu juga disebutnya berkaitan dengan biaya pendidikan dokter saat memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) hingga Surat Izin Praktik (SIP).

Menkes Budi mengutip laporan Wakil Menteri Kesehatan RI dr Dante Saksono Harbuwono soal besaran biaya penerbitan STR/SIP berkisar Rp6 juta perorang.

Sementara, setiap tahun rata-rata ada 77 ribu sertifikat penerbitan STR untuk dokter spesialis. “Aku kan bankir, 77 ribu dikali Rp6 juta kan Rp430 miliar setahun. Oh, pantas ribut,” ujarnya.

Demi memperoleh STR, seorang peserta didik kedokteran membutuhkan 250 Satuan Kredit Partisipasi (SKP). Ini bisa diperoleh melalui beberapa kegiatan, termasuk salah satunya seminar.

Pasalnya, satu kali penyelenggaraan seminar, peserta didik kedokteran ‘hanya’ mendapat empat SKP dengan biaya sekitar Rp1 juta per peserta.

“Jadi, kalau ada 250 SKP pertahun, menjadi Rp62 juta, dikali 140 ribu jumlah dokter, itu kan Rp1 triliun lebih,” jelas Menkes Budi yang menyoroti berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk menjadi seorang dokter.

“Kasihan dokternya, karena mereka harus membayar,” ujar Menkes RI lagi.

“Tapi, kalau dokternya tidak bayar, nanti dibayari orang lain, dan obat jadi mahal karena sales and marketing expenses jadi naik. Menderita juga rakyatnya,” tuturnya.

Berita Lainnya

Berita Terbaru