26 C
Medan
Minggu, September 8, 2024

Menkes Budi Gunadi Sadikin Tanggapi Kritikan Terkait Faskes di Indonesia

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Jakarta (buseronline.com) – Menyikapi pernyataan dua juta warga Indonesia lebih memilih berobat ke luar negeri. Muncul pro dan kontra di balik kritik pelayanan kesehatan Indonesia, beberapa di antaranya menilai tidak lebih baik dari fasilitas kesehatan (faskes) luar negeri, sementara yang lain menyebut sebaliknya.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin menanggapi bahwa kritik soal faskes di RI seharusnya menjadi perbaikan bersama. Ini sekaligus menanggapi banyak pihak memilih berobat ke luar negeri lantaran biaya yang lebih murah.

“Kalau ada masukan dari luar, sikap kita dengar masukan itu. Kalau masukan itu berupa kritik, tidak usah merasa sakit hati dan merespons secara negatif,” ujar Menkes Budi kepada wartawan.

“Kita gunakan kekesalan untuk memperbaiki diri. Kalau ada kekurangan kita, kita gunakan seluruh energi kita,” lanjut Menkes Budi.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi menyebut mahalnya biaya perawatan pasien salah satunya berkaitan dengan persoalan pajak hingga peta perawatan pasien BPJS Kesehatan.

“Gap yang terjadi antara Indonesia dengan luar negeri, kenapa pembiayaannya lebih murah? Karena masalah utamanya adalah pajak yang perlu jadi perhatian,” katanya saat ditemui di kantor PB IDI, Menteng, Jakarta Pusat.

Di samping itu, kebijakan clinical pathway atau jalur perawatan melalui analisa dan pemeriksaan fisik. Seluruh hasil pemeriksaan terhadap pasien, kata dr Adib, kemudian disesuaikan dengan prosedur Pedoman Praktik Klinis (PPK) untuk mengukur efisiensi biaya.

“Kalau tidak melakukan clinical pathway dan penyesuaian PPK, nanti ada ketidakefisienan pembiayaan, kita lihat juga dari sisi BPJS Kesehatan,” jelasnya.

Senada dengan Ketua Umum IDI, soal biaya obat di Indonesia juga sempat disinggung Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama. Terlebih jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

“Itu lebih mahal di Indonesia daripada di sebagian negara tetangga,” ujar Prof Tjandra dalam keterangannya kepada media di Jakarta.

Berita Lainnya

Berita Terbaru