Skouw (buseronline.com) – Platform Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) adalah salah satu program pelestarian budaya yang dijalankan oleh Kemendikbudristek melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat. Sekolah Lapang Kearifan Lokal berupaya menggerakkan pemuda-pemuda adat dan membekali mereka dengan berbagai pengetahuan agar terus melestarikan budaya dan kearifan lokal.
Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi, mengatakan bahwa melalui platform Sekolah Lapang Kearifan Lokal, Kemendikbudristek memberikan pengetahuan kepada pemuda adat, “Kami membekali mereka tentang menggali dan mendapatkan informasi dari Empu atau Ondoafi yang lebih tahu tentang sejarah, dan tentang 10 objek pemajuan kebudayaan serta kearifan lokal yang dimiliki di masyarakat Skouw,” ujar Sjamsul Hadi, di Skouw, Papua, seperti dilansir dari Kemendikbudristek RI.
Sjamsul menuturkan, inti dari platform Sekolah Lapang Kearifan Lokal adalah pembelajaran menggali kembali kearifan lokal yang hampir terlupakan di masyarakat, khususnya kepada pemuda adat yang menjadi pandu budaya. “Sekolah Lapang Kearifan Lokal juga menjadi ruang pembelajaran terbuka yang menyatu dengan alam sehingga dimungkinkan mereka menginisiasi terbentuknya Sekolah Adat yang didirikan dan dikelola oleh Masyarakat Adat dengan didukung oleh Dana Desa/Kampung,” tuturnya.
Program SLKL telah dilaksanakan pada bulan April lalu dengan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Festival Skouw kemudian diselenggarakan sebagai tindak lanjut dari SLKL dengan melibatkan seluruh masyarakat di sana. Mereka dapat mengeksplorasi dan menunjukkan ragam kekayaan budaya yang ada di Skouw. Festival Skouw dilaksanakan di tiga kampung, yakni Skouw Mabo, Skouw Sae, dan Skouw Yambe pada 21—22 Juni 2023 yang bertepatan dengan Hari Sagu.
Penyelenggaraan Festival Skouw yang diberi nama Festival Tokok Sagu dimotori oleh penggiat budaya lokal dan Pandu Budaya yang dilatih Direktorat KMA melalui Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XXII Papua. Mereka mengemban tugas sebagai motor penggerak berjalannya festival. “Kami bertugas mengarahkan masyarakat dan mengoordinir tamu-tamu yang hadir, serta memberi informasi pemahaman tentang budaya di Skouw,” ujar Ketua Pandu Budaya Skouw, Ferliya Taresay.
Ia menuturkan, dalam upaya pelestarian budaya, Pandu Budaya sebagai penggerak pelestari budaya harus mendapat dukungan dari pemerintah daerah agar warisan budaya Indonesia tetap terjaga. “Harapannya ada pandu-pandu budaya baru lagi yang hadir untuk membantu kami juga, serta diadakan pelatihan-pelatihan lanjutan untuk melestarikan budaya adat Skouw,” ujar Ferliya.
Keberadaan Pandu Budaya juga diapresiasi oleh Ketua Komisi II DPR Papua, John Gobay. Ia mengatakan bahwa Pandu Budaya berperan dalam pelestarian budaya. “Pandu Budaya bisa dilibatkan untuk mengajar kebudayaan yang ada di sini ke depannya,” katanya.
Rangkaian Festival Skouw dimulai dengan lomba permainan tradisional di Skouw Mabo, seperti kaki kuda dan kuci yang dimainkan di pinggir pantai, pada 21 Juni 2023. Festival Skouw juga dimeriahkan dengan jelajah kuliner tradisional, melibatkan Papua Chef Jungle, Charles Toto, serta Chef Hassan dari Qatar. Mereka menampilkan ekshibisi memasak menggunakan pengetahuan tradisional “bakar batu”. Dengan aneka olahan berbahan dasar sagu dan aneka menu tradisional tersedia untuk dinikmati bersama.
Selanjutnya di Skouw Yambe diadakan Pembukaan Festival yang dihadiri oleh Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi; Wali Kota Jayapura, Frans Pekey; serta wali kota-wali kota dari Indonesia Timur yang tergabung dalam Asosiasi Wali Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Wilayah Indonesia Timur.
Dalam festival ini Wali Kota Jayapura, Frans Pekey, mengatakan bahwa Festival Tokok Sagu di Skouw merupakan kegiatan yang sangat bagus dan akan dijadikan agenda tahunan sehingga bisa dikembangkan lagi. “Karena sagu saat ini kondisinya sudah terancam punah, harus ada pelestarian dari pemerintah dan masyarakat,” katanya.
Berbagai kesenian ditampilkan dalam festival ini seperti Atraksi Tokok Sagu. Pengunjung bisa mengetahui proses kearifan lokal mengolah sagu mulai dari menokok sagu, meramas sagu, hingga menjadi olahan sagu. Di sekitar panggung hiburan juga disediakan stand pameran produk unggulan lokal berbahan sagu dan hasil olahan masyarakat Skouw lainnya.
Pada hari kedua Festival Skouw (22-6-2021), diadakan sarasehan “Jalan Kebudayaan Papua dan Jalan Pangan Masyarakat Adat”. Sarasehan ini mempertemukan masyarakat Skouw dengan para pemangku kepentingan serta mengangkat isu-isu dan permasalahan yang terjadi di Papua, khususnya wilayah Skouw. Sarasehan menghadirkan narasumber-narasumber yang kompeten, yaitu Ketua Komisi II DPR Papua, Jhon Gobay; Perwakilan Lembaga Musyawarah Adat (LMA), Port Numbay Eddy Ohoiwutun; Ketua Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) dan Mantan Bupati Jayapura, Mathius Awaitouw; Antropolog dan Kurator Universitas Cenderawasih, Enrico Yory Kondologit; dan Perwakilan Dekan Fakultas MIPA Universitas Cendrawasih, Daniel Lantang; serta Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi.
Dari sarasehan ini dibahas poin-poin penting untuk pemajuan kebudayaan di Skouw ke depan, antara lain pentingnya hutan sagu dan pelestariannya ke depan, pentingnya membangun kembali kebudayaan dari kampung, memasukkan kurikulum kebudayaan ke dalam muatan lokal pendidikan formal, serta mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan mengenai kurikulum kebudayaan tersebut.
Skouw adalah satu dari kota perbatasan Indonesia dan Papua Nugini yang berada di Distrik Muaratami, 60 kilometer dari Kota Jayapura. Skouw begitu istimewa memiliki garis pantai yang indah dan kekayaan hutan yang melimpah. Pergeseran alih fungsi lahan hutan menjadi pemukiman mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat, termasuk kebudayaan yang ada di sana.