Jakarta (buseronline.com) – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, memimpin rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, membahas program strategis “Sekolah Rakyat” yang dirancang untuk memperluas akses pendidikan bagi masyarakat miskin dan miskin ekstrem.
Rapat ini turut dihadiri Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka serta jajaran Kabinet Merah Putih, termasuk Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, dan Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti.
Dalam arahannya, Presiden Prabowo menekankan bahwa pelaksanaan Sekolah Rakyat harus dilakukan secara matang, akuntabel, dan berbasis data. Ia menegaskan pentingnya selektivitas dalam rekrutmen siswa untuk memastikan program ini tepat sasaran.
“Presiden berharap agar kita semua melakukan rekrutmen siswa ini dengan sungguh-sungguh, jauh dari penyimpangan. Artinya, menerima siswa yang tidak semestinya harus benar-benar dihindari,” ujar Menteri Sosial Saifullah Yusuf usai rapat.
Program Sekolah Rakyat tahun ini akan dimulai di 53 titik yang telah ditetapkan. Selain itu, pemerintah pusat juga tengah mempersiapkan pembangunan di 200 titik tambahan yang saat ini sedang dalam proses survei oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Lokasi-lokasi ini difokuskan pada daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi dan kesiapan lahan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menjelaskan bahwa proses rekrutmen tenaga pengajar akan dilakukan terintegrasi untuk posisi guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan.
Proses ini akan mengacu pada skema ASN dan PPPK. Ia juga menyampaikan bahwa kurikulum Sekolah Rakyat bersifat fleksibel, dengan sistem multi-entry dan multi-exit, memungkinkan siswa belajar sesuai kesiapan dan latar belakang pendidikan masing-masing.
Sementara itu, Kepala BPS Amalia Adininggar menyampaikan bahwa program ini merupakan implementasi nyata dari kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy). BPS mendukung penuh program ini melalui data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).
“Dari data yang kami miliki, 53 titik Sekolah Rakyat mayoritas berada di daerah kantong kemiskinan dan wilayah dengan banyak anak usia sekolah yang belum mengenyam pendidikan formal,” jelas Amalia.
Pemerintah berharap, melalui sinergi lintas kementerian dan pendekatan berbasis data, program Sekolah Rakyat dapat menjadi solusi konkret dalam memutus rantai kemiskinan struktural melalui pendidikan inklusif dan berkelanjutan. (R3)