Jakarta (buseronline.com) – Kementerian Pertanian (Kementan) bergerak cepat untuk mengatasi penurunan harga ayam hidup yang sempat berada di bawah biaya produksi. Melalui serangkaian langkah intervensi, pengawasan distribusi, serta penegakan regulasi, Kementan berkomitmen menjaga kelangsungan usaha peternakan rakyat dan menstabilkan harga ayam di pasar.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, mengungkapkan bahwa Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2024, yang baru saja diberlakukan, bertujuan untuk merumuskan tata niaga unggas nasional dengan lebih berkeadilan.
“Peraturan ini bukan hanya sebuah formalitas, tetapi solusi jangka panjang untuk mencegah terjadinya kelebihan pasokan ayam hidup, serta mendorong industri unggas menuju arah yang lebih modern dan efisien,” ujar Agung, Rabu.
Permentan 10/2024 mengharuskan pelaku usaha unggas dengan kapasitas lebih dari 60 ribu ekor per minggu untuk memiliki Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU). Hal ini bertujuan untuk mendorong hilirisasi unggas menjadi produk karkas yang lebih stabil, higienis, dan memiliki daya saing lebih tinggi, dibandingkan dengan ayam hidup yang beredar di pasar.
“Saat ini, kami sedang memperkuat koordinasi dengan pelaku usaha dan pemerintah daerah untuk memastikan ayam tidak hanya beredar dalam bentuk hidup, tetapi lebih banyak dalam bentuk karkas yang lebih stabil dan dapat diproses lebih lanjut,” tambah Agung.
Sebelumnya, harga ayam hidup sempat terjun bebas hingga Rp13.000 per kilogram, yang jauh di bawah biaya produksi. Sebagai respons, Kementan mengimplementasikan langkah-langkah intervensi seperti pengendalian produksi day old chick (DOC), pengaturan afkir indukan, serta mendorong integrator perusahaan, pembibit, pabrik pakan, dan importir bahan baku pakan untuk menyerap ayam hidup dari peternak mandiri dengan harga minimal Rp17.000 per kilogram untuk ayam dengan bobot lebih dari 2,4 kilogram.
Kementan juga menerbitkan surat edaran yang melarang peredaran telur tetas sebagai konsumsi, sebagai upaya menjaga kestabilan harga telur di pasar. Kebijakan ini sudah mulai memberikan dampak positif, dengan harga telur ayam ras di tingkat peternak kembali membaik setelah mengalami penurunan pasca-lebaran.
Agung menegaskan bahwa upaya ini tidak lepas dari kolaborasi antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha di tingkat daerah.
“Kami mengapresiasi asosiasi yang telah membantu mendistribusikan ayam hidup ke jalur distribusi yang lebih efisien. Kolaborasi yang solid ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan harga di pasar,” tambahnya.
Sementara itu, Plt Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Tri Melasari, memastikan bahwa pengawasan terhadap implementasi Permentan 10/2024 akan lebih diperketat.
“Kami akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku usaha besar yang tidak mematuhi kewajiban pembangunan dan pemanfaatan RPHU. Langkah ini kami harap dapat menekan kelebihan pasokan ayam dan menjaga harga tetap stabil,” kata Tri.
Ke depan, Kementan bersama pemerintah daerah akan segera melakukan pendataan terhadap pelaku usaha yang memproduksi lebih dari 60.000 ekor per minggu namun belum memiliki RPHU. Mereka diharuskan memiliki captive market untuk ayam hidup mereka, jika tidak, langkah korektif akan segera diambil sesuai dengan ketentuan yang ada.
Harga ayam hidup saat ini sudah bergerak naik ke kisaran Rp17.000 hingga Rp19.000 per kilogram, dan Kementan optimistis harga dapat mencapai Rp19.000 hingga Rp21.000 per kilogram dalam waktu dekat. Kementan juga menargetkan harga ayam hidup dapat kembali stabil di angka Rp23.000 per kilogram, sesuai dengan harga acuan yang telah ditetapkan.
“Ini bukan hasil yang bisa dicapai dalam semalam. Tetapi dengan penguatan regulasi, sinergi, dan dukungan terhadap peternak rakyat, kami yakin dapat mewujudkan tata kelola industri unggas yang sehat dan berkelanjutan,” pungkas Agung Suganda. (R)