Jakarta (buseronline.com) – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sepakat memperkuat sinergi dalam mencegah penyebaran paham ekstremisme berbasis kekerasan di lingkungan perguruan tinggi.
Kesepakatan ini disampaikan dalam pertemuan antara Menteri Kemdiktisaintek, Brian Yuliarto, dan Kepala BNPT, Eddy Hartono, di Jakarta, Selasa.
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Brian menegaskan bahwa perguruan tinggi harus menjadi benteng pertahanan ideologi kebangsaan. Ia menilai masa penerimaan mahasiswa baru sebagai momen strategis untuk membentuk ketahanan ideologis generasi muda.
“Penerimaan mahasiswa baru adalah momentum tepat untuk menginformasikan bahwa kehidupan kampus berbeda dari dunia sekolah. Banyak mahasiswa baru merasa bebas dan ingin mencoba hal baru. Ini menjadi titik strategis untuk membangun ketahanan ideologi,” ujar Brian.
Ia menjelaskan bahwa penguatan literasi kebangsaan akan dilakukan melalui berbagai cara, termasuk integrasi dalam kurikulum, pelatihan dosen, serta pemanfaatan fasilitas kampus seperti perpustakaan.
Selain itu, Kemdiktisaintek mendorong riset tentang penanggulangan penyimpangan ideologi serta penggunaan teknologi untuk deteksi dini potensi ekstremisme.
Sementara itu, Kepala BNPT, Eddy Hartono, menyambut baik kolaborasi ini dan menyebut perguruan tinggi sebagai mitra strategis dalam pelaksanaan aksi nasional pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan.
“Kami mengacu pada tridarma perguruan tinggi: pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pencegahan adalah kunci utama agar tidak terjadi aksi terorisme,” tegas Eddy.
Wakil Menteri Kemdiktisaintek, Fauzan, menambahkan pentingnya pendekatan yang berbasis data dalam merancang kebijakan pencegahan ekstremisme.
“Kita perlu tahu aksi-aksi apa yang sudah dilakukan agar pencegahan bisa lebih efektif,” katanya.
Inspektur Jenderal Kemdiktisaintek, Chatarina Muliana, turut mengingatkan bahwa paham ekstremisme berbasis kekerasan sering kali bersifat abu-abu dan sulit dikenali secara kasat mata.
“Permen sudah memasukkan isu kekerasan dalam berbagai bentuk seperti perundungan, kekerasan seksual, dan diskriminasi SARA. Untuk itu, pendekatan kolaboratif sangat penting,” ujarnya.
Audiensi tersebut turut dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek Togar Simatupang, Dirjen Dikti Khairul Munadi, Plt Direktur Belmawa Berry Juliandi, staf khusus menteri, serta jajaran Deputi BNPT, termasuk Direktur Penindakan, Direktur Pencegahan, dan Kasubdit Intelijen.
Langkah kolaboratif lintas lembaga ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem kampus yang aman, inklusif, dan bebas dari pengaruh paham ekstremisme berbasis kekerasan. (R)