Jakarta (buseronline.com) – Festival Kurikulum Merdeka yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghadirkan cerita-cerita menarik dari pelaksanaan Kurikulum Merdeka pada satuan pendidikan di berbagai wilayah di Indonesia. Cerita tersebut dihadirkan dalam sesi dialog yang dilakukan secara hibrida, untuk menginspirasi para peserta dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.
Memandu acara dialog, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PDM) Iwan Syahril menyampaikan bahwa Kurikulum Merdeka itu adaftif, fleksibel, dan berfokus kepada murid. “Arah perubahan kurikulum yang termuat dalam Merdeka Belajar Episode 15 ini adalah struktur kurikulum yang adaftif di berbagai kondisi daerah di Indonesia, lebih fleksibel, fokus pada materi yang esensial, memberikan keleluasan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik, serta berfokus kepada murid,” ujar Iwan saat mulai dialog inspiratif dalam Festival Kurikulum Merdeka di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta.
Dalam dialog ini, hadir empat narasumber dari berbagai pemangku yaitu guru SD Negeri Butuh I Kabupaten Kediri, Eka Nurviana Fatmawati; Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Muhammad Anhar; siswi SMA Negeri 3 Penajam Paser Utara, Sabrina Ramadhani; dan Sri Rahayu dari Komunitas Sidina sebagai perwakilan orang tua.
Eka Nurviana menuturkan, melalui Kurikulum Merdeka, ia mengajar Matematika dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila. Eka mengemas pembelajaran melalui permainan yang dilakukan secara bergotong royong oleh siswanya.
“Untuk mata pelajaran Matematika, saya mengajak anak-anak untuk mereview pembelajaran melalui permainan Math Stacko. Saya juga memberikan tantangan lain yaitu mystery picture yang harus dipecahkan secara gotong royong,” ujar Eka.
Sebelumnya Eka membuat beraneka macam soal dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Jadi siswa akan memilih sendiri kira-kira soal mana yang bisa dikerjakan, tetapi memilihnya sesuai dengan warna yang diambil pada menara Math Stacko. “Pada asesmen formatif kali ini, saya lebih banyak menekankan pada pemberian umpan balik dan refleksi terhadap kesulitan yang dihadapi oleh siswa,” tutur Eka.
Eka menjelaskan, setiap soal yang diberikan kepada siswa dilengkapi dengan kode warna misteri dan jawaban dari soal tersebut harus dicari di Mystery Picture. “Hal yang saya harapkan pun muncul ternyata meskipun semua sibuk mengerjakan soal masing-masing, mereka tidak egois. Mereka akan turun langsung membantu siswa yang meruntuhkan menara. Inilah poin dari aktivitas pembelajaran yang saya lakukan, belajar Matematika sambil menerapkan langsung nilai-nilai persatuan dalam rangka memperingati hari kelahiran Pancasila,” ceritanya.
Sementara, Muhammad Anhar menceritakan bagaimana Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan beradaptasi pada program Merdeka Belajar, salah satunya Kurikulum Merdeka. “Ketika kita dalami, ini sangat sejalan dengan filosofi Ki Hajar Dewantara di mana pendidikan itu memerdekakan dan menyelamatkan. Jadi tidak berpikir panjang lagi, kami mencoba beradaptasi dengan program Merdeka Belajar ini,” ujar Anhar.
Di Kabupaten Hulu Tengah, Anhar menyampaikan pihaknya membuat regulasi untuk mendukung Kurikulum Merdeka di satuan pendidikan dengan menempatkan satu komunitas di setiap sekolah. “Di setiap sekolah sudah ada komunitas yaitu guru dan agen perubahan. Satu agen perubahan di dalam komunitas belajar tersebut, itu yang nanti menggerakkan guru-guru lain, karena untuk menciptakan siswa yang bisa belajar sepanjang hayat diperlukan guru yang juga belajar sepanjang hayat,” ungkapnya.
Anhar meyakini, bahwa Kurikulum Merdeka ini merupakan titik awal bagi Kabupaten Hulu Tengah untuk mencapai cita-cita pendidikan yang sejalan dengan filosopi Ki Hajar Dewantara. “Saya mengajak pemerintah daerah agar lebih cepat beradaptasi dengan program-program yang sudah ada dan yakinlah bahwa Kemendikbudristek memiliki pandangan yang lebih luas dan lebih jauh tentang pendidikan di Indonesia,” ujar Anhar.
Sementara itu, Sri Rahayu yang merupakan orang tua dari anak yang melaksanakan Kurikulum Merdeka di sekolahnya, sangat menyadari bahwa Kurikulum Merdeka ini sangat adaptif dan sesuai dengan kebutuhan saat ini. Dengan adanya Kurikulum Merdeka, ia merasa senang dan menikmatinya saat mendampingi anaknya belajar di rumah.
“Dengan materi-materi yang esensial, anak-anak saya akhirnya tidak terbebani dengan PR. Dengan adanya penanaman karakter 30%, dan P5, maka nilai secara akademik dan non akademiknya itu menjadi seimbang. Ini terwujud dari saat tes tingkat emosional. Ketika diterapkan Kurikulum Merdeka anak saya ini tidak mengalami stress,” tutur Sri Rahayu.
Sri Rahayu menyampaikan ketika menerima rapot anaknya yang mengikuti P5, semua nilai bagus. “Ini adalah progres di mana melalui Kurikulum Merdeka itu, anak-anak mampu menghadapi tantangan,” ucapnya.
Dengan adanya empat kecakapan yang terangkum dalam enam dimensi Profil Pelajar Pancasila yaitu berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, dan komunikatif, Sri Rahayu meyakini, bahwa anak-anak generasi yang akan datang itu akan menjadi generasi yang profesional dan juga religius. “Jadi saya sangat senang ketika kita bersama anak-anak kita. Tentunya kita juga tidak hanya menanyakan sekadar “tadi belajar apa?” tetapi rasa. Ketika anak-anak pulang “bagaimana hari ini sekolahnya? Senang enggak?” “seneng banget”. Itu yang kita tunggu-tunggu,” jelasnya.
Sementara itu, Sabrina yang merupakan murid kelas X SMA Negeri 3 Penajam Paser, menyampaikan pelaksanaan pembelajaran melalui Kurikulum Merdeka pada mata pelajaran kewirausahaan dengan memanfaatkan lingkungan. Pada proyek P5, Sabrina memilih menanam Kangkung dengan memanfaatkan tanah yang cukup subur.
“Kami memilih tema agribisnis di mana kami tidak hanya belajar menjadi seorang wirausaha, tetapi juga belajar mengolah tanah untuk dijadikan lahan pertanian,” ungkap Sabrina.
Sabrina menuturkan, dengan menanam kangkung, ia dan timnya bisa memanen kangkung dua kali selama proyek P5 dilaksanakan, sehingga secara ekonomi ia akan mendapatkan untung yang lebih banyak. “Dalam proyek ini tolak ukur dari saya adalah adanya peningkatan kolaborasi kami dalam kelompok juga mencapai target penjualan, namun di sini kami mungkin belum mencapai target penjualan akan tetapi kolaborasi kami sudah berkembang,” terang Sabrina.