26 C
Medan
Sabtu, November 23, 2024

Hasil SSGI: Prevalensi Stunting di Indonesia Turun

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Jakarta (buseronline.com) – Kemenkes RI mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN di Jakarta.

Hasil SSGI menunjukkan dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di 2022.

Presiden RI Joko Widodo menyatakan dalam forum tersebut stunting bukan hanya urusan tinggi badan, tetapi yang paling berbahaya adalah rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental dan munculnya penyakit-penyakit kronis.

”Oleh sebab itu target yang saya sampaikan 14 persen di tahun 2024. Ini harus bisa kita capai, saya yakin dengan kekuatan kita bersama semuanya bisa bergerak. Angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai asal semuanya bekerja bersama-sama,” katanya.

Infrastruktur dan lembaga yang ada, lanjutnya, harus digerakkan untuk memudahkan menyelesaikan persoalan stunting. Dari lingkungan mulai dari air bersih, sanitasi, rumah yang sehat, ini merupakan kerja terintegrasi dan harus terkonsolidasi.

”Jadi target 14 persen itu bukan target yang sulit hanya kita mau atau tidak mau. Asalkan kita bisa mengonsolidasikan semuanya dan jangan sampai keliru cara pemberian gizi,” ucapnya.

Hasil SSGI ini untuk mengukur target stunting di Indonesia. Sebelumnya SSGI diukur 3 tahun sekali sampai 5 tahun sekali. Menkes RI Budi Gunadi Sadiki mengatakan mulai tahun 2021 SSGI dilakukan setiap tahun.

Penurunan stunting ini terjadi di masa pandemi bukan terjadi di masa biasa. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengharapkan di masa yang normal tahun ini penurunan kasus stunting diharapkan bisa lebih tajam lagi sehingga target penurunan stunting di angka 14 persen di tahun 2024 dapat tercapai.

Secara jumlah, yang paling banyak penurunan angka stunting adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Banten.

”Metode survei seperti ini sudah kita lakukan selama 3 tahun, bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Kita akan perbaiki ke depannya kalau bisa by name by address. Kita usahakan ke sana, tapi kita secara bertahap tetap memakai metode pengukuran yang memang sudah sebelumnya dilakukan,” ujarnya.

Kalau mau mengejar penurunan stunting hingga 14 persen artinya mesti turun 3,8 perseb selama 2 tahun berturut-turut. Caranya mesti dikoordinasi oleh BKKBN dan berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga lain.

Standard WHO terkait prevalensi stunting harus di angka kurang dari 20 persen.

Kementerian Kesehatan RI melakukan intervensi spesifik melalui 2 cara utama yakni intervensi gizi pada ibu sebelum dan saat hamil, serta intervensi pada anak usia 6 sampai 2 tahun.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan Rakernas ini bertujuan mensukseskan Perpres Nomor: 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan 5 pilar. Pilar pertama adalah komitmen, pilar kedua adalah pencegahan stunting, pilar ketiga harus bisa melakukan konvergensi, pilar keempat menyediakan pangan yang baik dan pilar kelima melakukan inovasi terobosan dan data yang baik.

Inilah pilar yang kita tegakkan dan kami berterima kasih kepada seluruh kementerian/ lembaga yang mendukung. “Pak Menkes Budi, dengan menyediakan USG dan alat-alat ukur terstandar yang baik sekali”, ujar Hasto.

Tahun sebelumnya, ada 2 juta perempuan yang menikah dalam setahun. Dari 2 juta setahun itu yang hamil di tahun pertama 1,6 juta, dari 1,6 juta yang stunting masih 400 ribu.

Berita Lainnya

Berita Terbaru