Jakarta (buseronline.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Penguatan Pencegahan Korupsi bersama seluruh pemerintah daerah (pemda) se Provinsi Aceh di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (5/5/2025).
Agenda ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan koordinasi yang telah berlangsung sejak 29 April dan akan berakhir pada 7 Mei 2025.
Aceh yang dikenal dengan kekayaan alamnya meliputi hasil bumi, potensi perikanan, hingga proyek strategis nasional seperti gas di kawasan Andaman dihadapkan pada tantangan serius dalam tata kelola pemerintahan.
Deputi Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK, Didik Agung Widjanarko menegaskan pentingnya upaya pencegahan korupsi melalui pemantauan kebijakan dan pendampingan terhadap pemda.
“KPK berupaya melakukan pencegahan dengan melakukan monitoring atas kebijakan pemerintah yang berpotensi menyebabkan kebocoran anggaran. Kami juga melakukan pendampingan terhadap pemda untuk bersama mengambil langkah pencegahan,” ujar Didik, seperti dilansir dari laman KPK.
Dalam penilaian Indeks Pencegahan Korupsi Daerah (IPKD) tahun 2024 melalui sistem Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP), Aceh mencatat nilai rata-rata 82,36.
Kota Banda Aceh meraih nilai tertinggi dengan 97, sementara Kabupaten Pidie Jaya, Kota Sabang, dan Kabupaten Aceh Singkil menjadi tiga daerah dengan nilai terendah, masing-masing 73 dan 72.
Direktur Korsup Wilayah I KPK, Agung Yudha menyoroti pentingnya sinergi antara eksekutif dan legislatif daerah.
“Ketika ada kerja sama secara efektif dan harmonis, maka masyarakat yang diuntungkan. Pemda dan DPRD adalah gerbong kereta api dengan tujuannya sama berdasarkan RPJMN dan RPJMD sebagai kompas utamanya,” jelas Agung.
Selain sinergi, pengelolaan anggaran yang transparan menjadi kunci meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Didik menambahkan bahwa kemandirian fiskal harus diupayakan dengan serius melalui reformasi tata kelola, yang meliputi komitmen kepala daerah, kolaborasi antarlembaga, perbaikan sistem, dan konsistensi dalam pencegahan korupsi.
“Tata kelola aset misalnya, seringkali terkendala dinamika politik. Namun prosesnya harus tetap dijalankan secara clear and clean. Karena itu, hari ini kita menyatakan komitmen bersama untuk memperkuat upaya pencegahan korupsi,” tegas Didik.
Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah dalam sambutannya mengakui berbagai tantangan yang dihadapi daerahnya, termasuk ketergantungan terhadap dana otonomi khusus dan ketidakpastian regulasi yang berdampak pada iklim investasi.
“Ironi memang melihat Aceh masuk dalam salah satu daerah termiskin di Indonesia. Tapi saat ini kami berupaya bangkit. Letak geografis yang strategis dan kekayaan sumber daya alam harus menjadi modal kemajuan,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Aceh Barat Daya, Safaruddin menyoroti pentingnya integritas dalam pengambilan kebijakan agar tidak terjebak dalam kepentingan politik yang sempit.
“Masukan dan pengawasan dari KPK menjadi early warning bagi kami agar tidak tersandera secara kebijakan politik,” katanya.
Rakor ini ditutup dengan penandatanganan delapan poin komitmen antikorupsi oleh seluruh kepala daerah dan ketua DPRD se-Aceh.
Poin-poin tersebut mencakup penolakan terhadap gratifikasi, dukungan terhadap penegakan hukum, penguatan pengawasan internal, dan konsistensi dalam pelaksanaan tata kelola yang baik.
Melalui forum ini, seluruh pemda di Aceh bersepakat untuk menyatukan langkah dalam membangun pemerintahan daerah yang bersih, akuntabel, dan mandiri demi kesejahteraan masyarakat. (R)