
Jakarta (buseronline.com) – Indonesia semakin serius mengukuhkan posisinya sebagai kekuatan baru dalam olahraga berkuda internasional.
Setelah sukses menyelenggarakan cabang olahraga equestrian pada Asian Games 2018 dan mendirikan zona bebas penyakit kuda (Equine Diseases Free Zone/EDFZ) sesuai standar Badan Kesehatan Hewan Dunia (WOAH), kini Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong pengakuan permanen atas status bebas African Horse Sickness (AHS).
Status bebas AHS menjadi syarat penting agar Indonesia bisa masuk dalam Daftar Negara Ketiga Non-Uni Eropa, memungkinkan kuda berpaspor Indonesia maupun Eropa mengikuti kompetisi internasional secara lebih leluasa.
Langkah ini diyakini dapat mendorong keberlanjutan ekosistem olahraga berkuda nasional.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda, menyatakan bahwa langkah tersebut tidak hanya penting bagi penyelenggaraan event olahraga, namun juga sebagai bagian dari strategi diplomasi kesehatan hewan dan peningkatan potensi devisa melalui sport tourism.
“Berbeda dengan EDFZ pada Asian Games 2018 yang bersifat sementara, status resmi bebas AHS dan pengakuan sebagai negara ketiga non-EU oleh Uni Eropa akan bersifat lebih permanen. Ini akan memperkuat ekosistem olahraga berkuda yang berkelanjutan,” ujar Agung dalam rapat Satuan Tugas Penyelenggaraan EDFZ, Senin.
Pada Asian Games 2018 lalu, jumlah negara peserta cabang berkuda melonjak dari 15 negara (Incheon 2014) menjadi 21 negara di Jakarta. Sebagian besar kuda peserta berasal dari negara-negara Uni Eropa, sehingga pemenuhan standar kesehatan hewan internasional menjadi hal mutlak agar lalu lintas kuda antarnegara berjalan tanpa hambatan.
Sebagai upaya konkret, Kementan kini memperkuat sistem surveilans penyakit kuda, khususnya di wilayah prioritas seperti Jawa dan Bali. Selain itu, manajemen risiko terus ditingkatkan dengan mengacu pada standar yang ditetapkan oleh WOAH.
“Target ini bisa kita capai dalam waktu singkat, tentu dengan kerja keras, kolaborasi lintas kementerian/lembaga, dan kemitraan strategis dengan sektor swasta serta konsultasi teknis dengan pakar standar kesehatan hewan internasional,” tambah Agung.
Dalam kesempatan yang sama, Susanne Münstermann, konsultan ahli standar kesehatan kuda WOAH, menegaskan pentingnya sinergi dan kesiapan teknis.
“Keberhasilan penetapan status negara bebas penyakit kuda sangat bergantung pada komitmen semua pemangku kepentingan dan kepatuhan penuh terhadap standar internasional,” jelasnya.
Dengan dukungan kebijakan yang kuat, kesiapan teknis, dan kerja sama lintas sektor, Indonesia diyakini mampu mengukuhkan diri sebagai pusat baru olahraga berkuda di Asia.
Langkah ini juga membuka peluang lebih besar bagi kuda dan atlet nasional menembus panggung kompetisi internasional. (R)