Jakarta (buseronline.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan komitmennya dalam mengoptimalkan pengelolaan aset rampasan negara melalui mekanisme hibah dan Penetapan Status Penggunaan (PSP).
Dalam upaya memastikan aset hasil tindak pidana korupsi bermanfaat bagi masyarakat, KPK secara resmi menyerahkan empat aset kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam acara serah terima yang berlangsung di Auditorium Kantor LPSK, Jakarta, Selasa.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menegaskan bahwa pemanfaatan aset rampasan negara tidak hanya bertujuan untuk mengoptimalkan nilai ekonominya, tetapi juga sebagai strategi dalam pemberantasan korupsi.
“Para pelaku korupsi pada dasarnya tidak takut pada hukuman penjara, tetapi lebih khawatir jika mengalami kemiskinan. Oleh karena itu, pemulihan aset menjadi bagian penting dalam penegakan hukum,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa mekanisme hibah ini juga merupakan langkah mitigasi risiko untuk menjaga nilai ekonomis aset rampasan serta memperjelas pemisahan kewenangan antara eksekusi dan pengelolaan barang milik negara.
Dalam serah terima tersebut, KPK menyerahkan empat aset berupa tanah dan bangunan dengan total nilai mencapai Rp3,71 M. Aset yang dihibahkan meliputi:
Dua bidang tanah dan bangunan seluas 320 m² dengan nilai Rp2,88 M.
Satu unit rumah susun seluas 53 m² dengan nilai Rp664,15 juta.
Satu unit rumah susun seluas 36 m² dengan nilai Rp186,6 juta.
Proses hibah ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6/KM.6/WKN.07/2024 tertanggal 16 Desember 2024.
Ketua LPSK Achmadi mengapresiasi langkah KPK dalam mendukung pemenuhan sarana dan prasarana bagi kantor perwakilan LPSK di daerah.
“Terima kasih atas dukungan KPK dalam membantu penguatan sistem perlindungan saksi dan korban. Hibah ini bukan sekadar seremoni, tetapi langkah konkret dalam meningkatkan layanan perlindungan bagi masyarakat,” ujarnya.
Serah terima aset ini juga dihadiri oleh jajaran Direktorat Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi (Labuksi) KPK, serta perwakilan dari Kementerian Keuangan dan LPSK.
Langkah strategis ini diharapkan dapat memastikan aset hasil kejahatan tidak hanya menjadi barang mati, tetapi kembali dimanfaatkan untuk kepentingan publik, khususnya dalam memperkuat perlindungan bagi saksi dan korban tindak pidana di Indonesia. (R)